Selasa, 22 Maret 2016

Antara Terlambat dan Terlarang #Cerpen

   "Risya-Risya ... masih tidur aja lu jam segini."Ujar seorang pria remaja yang menghampiriku lalu terbaring di sampingku.

   "Ahh bodok... mending lu bang yang mandi, bentar lagi jumatan." Balasku.

    "Malas! Lu aja sana! Lu kan alim" Jawabnya lalu membelakangiku.

    Bang Doni saudara sepupuku memang pemalas sekali melaksanakan sholat 5 waktu apalagi sholat jumat dia lebih suka berhura-hura, padahal dia sudah baligh dan juga SMA sedangkan aku belum baligh dan masih SD, walaupun belum tapi aku tidak pernah absen dengan kewajibanku itu.
                
****

     7 tahun berlalu kini aku sudah baligh dan sudah menjadi remaja dewasa, sekarang aku sudah menjadi anak kuliahan, waktu memilih perguruan tinggi, aku hanya sembarang saja dan akhirnya aku keterima di perguruan tinggi negeri di tempat tinggalnya Bang Doni.

     Bang Doni rumahnya memang berbeda Propinsi denganku, aku di Sumatra dan dia di Jawa. Tetapi jalan menuju rumahnya tak asing lagi bagiku karena setiap lebaran Idul Fitri aku selalu berkunjung ke rumahnya soalnya Omaku tinggal bersama orang tuanya. 

   Aneh tapi nyata, kata itu yang sering ada dibenakku gara-gara perasaan aneh ini, perasaan yang berbeda terhadap Saudara sepupuku yang satu itu, ntah ini gila atau apa, tetapi menurutku ini perasaan tidak wajar, perasaan itu dimulai pada waktu itu aku sedang berlibur dirumahnya.

    "Ehh kerudung merah udah sampai sini aja!" Sapanya sambil menyubit hidung pesekku.

    "Kerudung hitam kali, Buta apa!" Jawabku dengan mulut yang di monyongkan, Dari dulu aku memang pakai Hijab tetapi anehnya Bang Doni selalu berkata Si Kerudung merah karena dia sering melihatku dulu mengenakan Hijab berwarna merah, "pulang kerja bang?" Tanyaku, "Bau banget sih! Mandi sana!" Tambahku sambil menutup hidung karena menyium bau keringat Bang Doni.

     "Buset dah gini-gini gue wangi." Jawabnya sambil mengangkat tinggi tangannya.

     Tak lama itu adzan magrib berkumandang aku segera mengambil wudhu.

    "Etsss gue duluan, gue mau mandi!" Ujarnya berlari menghalangi jalanku menuju Toilet.

     Aku memonyongkan bibirku lalu duduk bersama Omaku di ruang makan yang sedang meminum  sambil mengemil biskuit susu buatan Bundaku yang sengaja dikirim kesini.

   "Risya... kuliah Dokter bukan ya?" Tanya Oma.

   "Iya Oma, Dokter gigi"Jawabku.

   "Wahh bagus... nanti bikinkan Oma gigi palsu ya!" Pintanya sambil menunjukkan gigi gerahamnya yang sudah copot.

   "Iya Oma, Insyaallah, kalau Risya sudah bisa Risya bikinkan buat Oma, Gratis deh..." Ujarku sambil menyengir. Tidak lama itu Bang Doni keluar dari toilet lalu aku segera berwudhu.

    Setelah berwudhu, aku menuju kamar yang disediakan untukku yaitu berada di lantai dua dan juga melewati kamar Bang Doni, aku melihat pintu kamar Bang Doni terbuka sedikit lalu aku meliat Bang Doni sedang Sholat, aku terdiam sejenak dan tersenyum tipis melihat itu.

    Bang Doni yang kukenal selama ini suka hal-hal yang jauh dari agama kini ia rajin sekali sholat, mengaji, bahkan jika ada waktu senggang ia sempatkan sholat berjamaah dan mengikuti pengajian di Masjid, adem sekali melihat pria seperti itu.

     Rasa itu semangkin menjadi setiap kali ia mengajakku jalan, waktu itu aku masih dirumah dia dan ada Kak Vera adik Bang Doni yang melihat bang Doni merangkulku.

   "Bang Doni mau kemana sama Risya?" Tanya Adik Bang Doni yang baru saja keluar dari toilet.

    "Mau mak..."

    "Mau jalan...lu gak usah ikut!" Jawab Bang Doni memotong pembicaraanku sambil menyubit bahuku.m
    "Iiihhh jahat banget... Vera juga lapar kalik...! Oleh-oleh yak!" Pinta adiknya sambil berteriak karena kami sudah berada diluar pintu rumah.

    Sesampai di sebuah restoran cepat saji, Bang Doni memesan makanan tidak menunggu lama makanannya datang lalu segera kucicipin. Malam ini aku sedikit agak lapar karena tadi pagi aku hanya memakan oatmeal di kosanku.

   "Lahap banget, berapa tahun kagak makan lu?" Tanyanya sambil mengejek, tapi tak kujawab, " Ohya, kok lu makin jelek makin gede? Dulu waktu kecil cantik" Tambahnya.

     "Elahh bang dulu gue gendut salah, lah sekarang kurus di bilang jelek! malahan ya bang, gue tambah cantik! Mantan aja pada pengen balikan!" Jawabku tak mau kalah.

    "Emang pernah pacaran? Gue kira cewe kerudungan kagak tau pacaran!" Ujarnya.

   "Gak deh bang, gue jomblo dari lahir, kagak pernah pacaran!" Jawabku dengan wajah drama.

   "Ya elahh... jones... boleh juga nih!" Ujarnya.

   "Hah? Boleh apaan?" Tanyaku bingung.

   "Nggak papa, makan deh, mau nambah? Nambah aja gue baru gajian kemaren!" Tawarnya.

***

     Hari libur telah usai, kini aku kembali ke kosanku, aku tidak ingin merepotin Tante Yani makanya aku memutuskan untuk kos yang tak jauh dari kampusku tetapi agak jauh dari rumah tante Yani, yang penting tidak merepotin keluarga mereka karena anak tante Yani ada 8 orang, hanya baru 2 orang yang sudah menikah, hanya saja setiap hari libur aku sengaja menyempatkan berkunjung kerumah tante Yani sekalian menjenguk Omaku yang sekarang sudah sulit sekali untuk berjalan.

    Walaupun aku jarang mampir kerumah Tante Yani, tetapi abangku yang anak ke 4 dari 8 bersaudara itu tak pernah absen mengirimin aku makanan dari makanan berat dan ringan hingga makanan yang mahal dan juga murah.

   "Risya, ada abang lu tuh di depan!" Panggil teman kostku, lalu aku segera menghampiri Bang Doni.

   "Risya, lagi ngapain? Nggak sibukkan?" Tanyanya.

    "Nggak sih, cuma lagi bikin laporan aja sih, masih lama juga sih deadlinenya" jawabku.

    "Ayo jalan!" Ajaknya.

    Seminggu 2 kali dia selalu mengajakku jalan, dan aku merasakan perubahan di hati ini yang semangkin menjadi , ini perasaan aneh, ini perasaan tidak wajar, ini perasaan gila, ini perasaan yang tak mungkin, yasudahlah, jika diungkapkan ini tidak mungkin.


   Maret 2010, Hari ini hari pernikahan Kakak sepupuku dari Budeku atau kakaknya Papaku, keluarga besarku semua menghadirinya, Mama dan Papaku yang tinggal di Sumatra juga datang dengan Adikku yang paling kecil, acara ini membuatku senang karena bisa berjumpa dengan 2 malaikat cintaku. Waktu itu orang tuaku sedang berbicara dengan Tante Yani, suaminya dan juga ada Bang Doni disana, lalu aku menghampiri tempat itu.

    "Doni kapan nyusul Ridho?" Tanya Papaku kepada Bang Doni saat aku baru sampai di kumpulan itu.

     "Sudah ada, tinggal tunggu waktu saja lagi!" Jawab Om Ferdi, Ayah Bang Doni, seketika jantungku berdegup kencang, seperti ada yang menusuk-nusuk.

     "Tapi katanya Doni maunya sama Risya bukan teman kerjanya itu, iya Don ya?" Tanya Tante Yani, yang membuat aku dan Bang Doni malu.

    "Hah...Iya Risy, mau sama Bang Doni?" Tanya mamaku dengan muka terkejut tapi hanya bercanda.

    "Nggak kok!" Jawabku dengan Bang Doni bersamaan.

   "Nah kan sama-sama." Ujar Tante Yani.

   "Nggak ma, mama apaan sih? Risya itu adik Doni, mana bisa di nikahi!" Ujar Bang Doni.

   "Bisa kok, sepupu itu boleh nikah loh!" Jelas Om Ferdi sambil nyengir.

    "Nggak pa, Doni sayangnya dengan Chika, Risya kan cuma adik!" Jelas Bang Doni.

     Kak Chika adalah tunangan Bang Doni, aku kenal dengan Kak Chika, Kak Chika mengetahui aku adik sepupu Bang Doni dan ia juga mengetahui aku paling sering di manjain Bang Doni, entahlah apa dia cemburu atau tidak tetapi aku sedikit tidak enak dengannya, tapi perasaanku bukanlah main-main, perasaan cinta yang ada di hatiku ini benar-benar tidak bisa pergi.

***

   7 bulan berikutnya saat Idul Fitri, semua keluarga berkumpul di rumah Tante Yani, saat itu keluarga sedang membicarakan pernikahan Bang Doni dan Chika, saat itu juga ada Kak Chika di sana, antara cemburu dengan tidak aku melihat mereka bermesraan didepanku.

    Karena hari pernikahan itu semangkin dekat, akhir pekan usai lebaran, Bang Doni mengajakku ke sebuah pantai yang katanya Indah tetapi kita hanya berdua, kurasa ini adalah terakhir kalinya aku akan jalan dan senang-senang bersama Bang Doni.

    "Baguskan pantainyaa!!" Ujar Bang Doni, aku hanya mengangguk,lalu Bang Doni bertanya"lu pernah kesini kagak?"

     "Nggak..." jawabku singkat

      "Senja ini indah banget ya, indahnya tidak seperti biasanya!" Ujarnya, aku hanya mengagguk dan tersenyum tipis, "Tau nggak kenapa gue ngajak lu kesini?" Tanya abangku.

      "Nggak tau." Jawabku sambil menggelengkan kepala.

     "Abangkan mau nikah sama Chika, jadi abang..." Katanya terpotong-potong,"Jadi abang ini mau..."
    "Mau minta restu, elahh... udah di restuin kok yang jelas gue dapat seragam udah diam.." potongku.

    "Bukan Risy, tapi abang ini sebenarnya... sebenarnya sayang dengan kamu itu... itu lebih...lebih dari adik..." Jelasnya terpotong-potong, aku yang tadi serius menyaksikan matahari terbenam, mataku langsung melotot terkejut.

    "Iya, andai kamu itu wanita lain, aku maunya mempersunting kamu, tapi kamu adik sepupu aku, apakata orang, keluarga kita ini-ini saja, tapi ada orang yang sama seperti kamu yaitu Chika, makanya aku yakin dan memilih Chika, dan juga Chika lah yang bisa merubah hidup aku seperti ini, menjauhkan aku dari barang-barang haram..." Jelasnya, "aku tau kok kamu udah terbawa perasaan sama aku,hanya saja kamu tidak mau bilangkan?" Tanyanya.

    Aku mengangguk dan mataku mulai berkaca-kaca, "abang tau dari mana? sejujurnya sih Risya memang menyayangi abang... bahkan lebih dari itu... tapi bibir Risya selalu kelu untuk  mengucapkan hal ini...tapi... Risya senang kok bisa...bisa dekat banget sama abang akhir-akhir ini" Ujarku yang mulai menitihkan air mata.

   "Maafkan aku ya mungkin telah menyakitimu..." Ucapnya, lalu aku hanya mengangguk, lalu ia memelukku erat.

   Hari itu, hari terakhirnya aku jalan bersama Bang Doni, aku harus ikhlas walaupun tidak bisa memiliki dia secara utuh,kata orang cinta itu memang tidak harus memiliki, tapi apa kata orang jika kita menjadi teman hidupnya sepupu. Aku hanya bisa berdoa di setiap sujudku agar mereka menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah dan juga semoga saja aku bisa mendapatkan pengganti yang lebih dari dia untuk mengisi hati yang saat ini kosong.






---SELESAI----
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar